Suara bising seketika menyergap
telingaku saat kakiku menginjak pelataran bandara paling sibuk di Jawa Timur
ini. Dijam-jam seperti ini memang membuat bandara tak ubahnya seperti pasar
kaget. Sopir taksi yang kunaiki cekatan menurunkan barang bawaanku saat aku
sudah keluar dari dalam taksi. Lantas menerimanya, membayar biaya taksi, dan
langsung menghilang ditengah kerumunan para pelancong di Bandara tersebut.
Beberapa waktu terakhir ini, bepergian menggunakan pesawat terbang sangat
diminati oleh masyarakat. Alasannya, karena kecepatan waktu tempuh dan
kenyamanan pelayanan. Sehingga banyak maskapai yang berlomba-lomba menawarkan
biaya terbang yang terjangkau bagi kalangan menengah.
Aku menyeret koperku ke gerbang
pemeriksaan, lantas menyerahkannya pada petugas. Dan pergi kebagian imigrasi
untuk pemeriksaan. Pesawatku akan take
off pada pukul 10.00 WIB. Tapi sekarang masih pukul 09.00 WIB, masih
tersisa 1 jam sebelum aku terbang. Aku memutuskan untuk pergi ke cafe yang ada
di Bandara. Memesan beberapa kudapan ringan dan juga kopi hangat. Sebenarnya
sebelum berangkat, aku sudah mengisi perut sampai kenyang. Maklum aku adalah
tipikal orang yang peduli dengan aktivitas makan sebelum bepergian. Selain
karena aku mempunyai riwayat penyakit asam lambung, akan jadi perjalanan yang
buruk kalau sampai aku tiba-tiba diserang rasa pusing dan mual.
Saat sedang asyik menikmati kudapan
ringan ku, tiba-tiba ponsel ku berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Dengan
sigap, aku meraih ponsel yang teronggok disamping piring diatas meja. Melihat
siapa yang menelpon dan segera berseru riang tertahan saat pertama kali ponsel
itu menempel ditelinga.
“Hai,
Mut. Ada apa nelpon?”
“Kamu
itu ditelpon sama sahabatnya, kok hanya
tanya ada apa?” Terdengar suara diseberang sana menghela kecewa.
“Terus
aku aku harus bagaimana?, kamu sih
tidak mengantarku ke Bandara” Aku menghela napas tak kalah kecewa.
“Iya
nih si Bos mendadak memberiku
setumpuk laporan yang harus kuselesaikan hari ini, maaf ya darling”.
“Mau
minta oleh-oleh apa?” Tanyaku menawarkan.
“Nah, harusnya dari tadi kamu bilang
kalimat itu, ehm........” Terdengar
sedang berpikir.
“Kalau
aku minta dibawakan cowok-cowok yang tampan, bisa?”.
“Bisa,
tapi nanti langsung aku akan telpon si Rama, bilang kalau pacarnya centil minta
dibawakan cowok-cowok yang tampan”.
“Kamu
ini memang tidak bisa diajak becanda ya”.
“Lagian,
kamu itu ada-ada saja, jangan lupa sering-sering telpon aku ya, pasti sepi
tidak ada kamu” Suaraku memelas.
“Huh,
iya ya, kenapa juga pak Bos tidak memberiku ijin cuti. Seandainya bisa kan kita
bisa pergi bersama”.
Mutia
adalah sahabatku yang paling aku sayang. Kita sudah bersahabat sejak duduk
dibangku kuliah. Kemanapun aku pergi, pasti disitu juga ada Mutia. Sahabatku
ini cantik, pintar, dan baik. Dia juga sudah memiliki pacar bernama Rama.
Mereka bertemu saat aku dan Mutia studi banding ke salah satu Universitas di Kota
kami. Disitu Rama menjadi perwakilan dari Universitas itu untuk menyambut kami.
Tak disangka ternyata kabaikan dan ketampanan Rama membuat sahabatku ini jatuh
cinta pada pandangan pertama. Setelah berpacaran, mereka adalah pasangan paling
romantis di seluruh dunia, kurasa. Bagaimana tidak, Rama sering berkunjung ke
kampus kami hanya untuk menemui Mutia. Membuatku kadang merasa iri karena masih
menjomblo. Sampai saat ini kisah cinta mereka masih tetap sama.
Mutia
bekerja di salah satu perusahaan terkemuka. Bahkan posisinya sudah dibilang
mapan. Ia bekerja sebagai accounting
di perusahaan itu. Saat mendengar Mutia diterima di perusahaan itu, ada rasa
bahagia dan juga sedih melingkupiku. Jangan ditanya alasanku bahagia karena
apa, sudah jelas karena sahabatku sudah diterima bekerja. Namun yang membuatku
sedih, karena kami tidak bisa setiap saat bertemu. Ya, aku dan Mutia diterima
bekerja di kantor yang berbeda walaupun jarak antara kantor kami hanya
dipisahkan oleh dinding. Memang kantorku dan Mutia bersebelahan dan membuat
kami hanya bertemu saat makan siang ataupun janjian pulang bersama. Mengingat
persahabanku dengan Mutia, aku sampai lupa kalau dari tadi aku dan Mutia masih
berbicara di telepon.
“Akira,
kamu masih disana?”.
“Oh,
iya Mut, sudah dulu ya, aku mau masuk kepesawat. Sebentar lagi mau berangkat”.
“Ya
sudah, aku do’ain kamu selamat sampai disana, baik-baik disana ya. Bye”.
Mutia
telah menutup telepon. Aku bergegas menghabiskan kudapan ringan dan kopiku.
Lantas berjalan menuju pesawat karena tidak terasa sudah hampir pukul 10.00.
Aku mempercepat langkahku, berjalan menerobos keramaian bandara. Hingga tidak
sengaja, tubuhku menabrak seseorang. Seorang laki-laki yang juga sedang
bergegas karena tidak mau ketinggalan pesawat.
“Maaf........,
saya tidak sengaja” Kataku meminta maaf.
“Tidak
apa-apa, saya juga minta maaf karena terburu-buru” Kata laki-laki itu juga
meminta maaf.
Seketika
disekitar kami terdengar alunan lagu romantis bergema diseluruh ruangan
bandara. Mengalahkan keramaian lalu lalang orang-orang yang bergegas masuk ke
pesawat masing-masing. Kami sama-sama terpesona pada pertemuan perdana ini.
Namun, seolah dikembalikan ke dunia nyata, kami sama-sama tersadar dan segera
kembali melanjutkan perjalanan kami yang sempat tertunda. Masuk kedalam pesawat
segera sebelum dibuat berganti pesawat dan terbang pada penerbangan berikutnya.
Yang resikonya terlambat sampai di tempat tujuan.
Aku
berlari-lari panik menuju pesawatku. Saat aku sampai di lorong menuju pintu
pesawat. hampir saja pintu pesawatku tertutup. Aku berteriak panik.
“Tunggu.................”
Teriakku dari tengah lorong.
Entah mendengar atau tidak teriakanku
tadi. Tapi tiba-tiba pintu pesawat itu berhenti menutup. Thanks God, kataku dalam hati. Secepat kilat aku melesat menuju pintu
pesawat yang dijaga pramugari. Sampai dipintu, ternyata dibelakangku juga
berdiri seorang laki-laki yang tadi bertabrakan denganku di perjalanan masuk ke
pesawat. Ia juga hampir saja tertinggal pesawat sama sepertiku. Bersama-sama
kami masuk kedalam pesawat dan diikuti dengan tatapan tajam (kurasa) dari seluruh penumpang yang
tengah asyik bersandar di kursi yang nyaman. Aku langsung duduk dikursiku, dan
betapa kebetulan mengikutiku, laki-laki yang tadi bertabrakan denganku ternyata
duduk satu bangku denganku.
“Hai, ketemu lagi” Sapa laki-laki itu.
“Hai, mau ke Jepang juga?” Tanyaku basa
basi padahal sudah jelas pesawat ini akan terbang ke Jepang.
“Iya”.
Mesin pesawat menderu, menandakan
keberangkatan pesawat akan segera berlangsung. Pramugari maskapai yang
kutumpangi ini segera menjalankan tugasnya yaitu mempraktekkan tentang tata
cara menggunakan sabuk pengaman, letak pelampung dan oksigen apabila terjadi
keadaan bahaya. Selesai menjelaskan tata cara penerbangan dan siapa pilot dan
co-pilot yang sedang bertugas, pramugari tersebut menghilang ke kabinnya.
Logisnya untuk bisa tinggal landas, tekanan dibagian bawah pesawat harus lebih
besar dibandingkan tekanan diatas sayap pesawat. Hal itu sudah dikemukakan oleh
Bernoulli pada berabad-abad yang lalu.
“Oh iya, kita belum kenalan. Namaku
Kiki. Kamu?” Mengulurkan tangan.
“Aku Akira”.
“Masih ada keturunan Jepang?, mau pulang
kampung?”.
“Tidak, Indonesia asli, urusan
pekerjaan, kamu?”.
“Liburan, mau lihat Festival Matsuri dan
Hanami”.
“Hanami?, aku baru mendengar ada
festival seperti itu”.
“Hanami itu adalah kegiatan piknik yang
dilakukan orang Jepang dibawah bunga sakura yang sedang mekar di musim semi”.
“Sepertinya seru” Kataku antusias.
“Kalau kamu ada waktu, boleh kita pergi
bersama. Kalau boleh tahu berapa lama kamu di Jepang dan kota mana saja yang
kamu datangi?”.
“Sesuai jadwal aku di Jepang selama
kurang lebih 2 minggu, sebenarnya pekerjaanku ada di Tokyo, tapi pekerjaan itu
akan selesai dalam 1 minggu, selebihnya kantor memberiku dispensasi untuk
liburan” Aku nyengir lebar.
“Bagus kalau begitu, kalau kamu mau ikut
ke Festival Matsuri dan merasakan Hanami, kita bisa pergi besama-sama.
Sebelumnya kamu sudah pernah ke Jepang?”.
“Belum, ini kali pertama. Saat
ditugaskan oleh kantor aku langsung mengiyakan saja, dipikir-pikir lumayan bisa
menghilang sejenak dari kepadatan kota metropolitan”.
“Ngomong-ngomong, aku boleh minta nomer
ponsel mu? Ya supaya nanti aku bisa mengabarimu tempat kita bisa ketemu”.
“Oh iya, boleh. 0819391xxxxx” Aku
mendektekan nomer ponselku.
Penerbangan
Surabaya-Jepang seperti tidak terasa. Waktu berlalu begitu cepat. Sejauh ini
Kiki adalah teman perjalanan yang seru dan nyambung kalau diajak bicara.
Pengetahuannya pun luas. Bahkan tak jarang ada beberapa istilah yang ia gunakan
tidak kumengerti. Kami seperti teman lama yang baru bertemu lagi secara
kebetulan diatas pesawat, sehingga suasana selanjutnya yang tercipta yaitu
keakraban.
Beberapa
jam selanjutnya, akhirnya pesawat mendarat di bandara Internasional Jepang.
Bandaranya bagus dan bersih. Itu adalah kesan pertama yang bisa kutangkap.
Keluar dari bandara itu, masih sedikit kurasakan angin dingin yang berhembus,
namun selebihnya adalah kekaguman akan negara yang satu ini. dengan berat hati,
aku kehilangan teman perjalanan yang menyenangkan. Ya, aku dan Kiki berpisah.
Aku sudah dijemput oleh pihak kantor tempat diadakannya pertemuan. Sementara
Kiki yang disini posisinya sebagai turis, menghilang dan pergi ke destinasi
pertama yang ingin ia kunjungi. Tapi tenang saja sebelum kami berpisah, kami
sudah sempat mengucapkan selamat tinggal dan berjanji akan bertemu lagi.
Setelah
sampai di hotel, kesibukanku bukannya berkurang tetapi semakin bertambah.
Bagaimana tidak aku harus melengkapi bahan untuk presentasiku besok pagi.
Sedikit melatih logat bahasa Inggrisku yang baru beberapa bulan ini kudalami
sebagai persiapan pergi ke Jepang ini. Sudah banyak telepon yang masuk ke
ponselku. Kebanyakan dari keluargaku, mama, abang-abang ku, dan tak lupa
sahabatku yang cerewet, Mutia. Mutia heboh ingin sekali melihat bunga sakura
begitu ia mengetahui kalau pada bulan ini di Jepang sedang musim semi. Duh telat Mut, pikirku.
Keesokan
paginya, hari-hari sibuk akan menyambutku. Pagi-pagi (waktu di Jepang) aku
bersiap-siap menggunakan setelan kemeja, skirt dibawah lutut, dan tak lupa
blazer. Penampilan wajib para wanita karier yang identik dengan dunia
metropolis. Menyiapkan semua perlengkapan dan memeastikan tak ada satupun yang
tertinggal, sarapan, dan bergegas ke lobi hotel karena kendaraanku sudah
menunggu. 6 hari selanjutnya akan kulalui dengan rutinitas yang sama sehingga
tampak sekali waktu berjalan lambat. Jalannya tak ubahnya gerakan seekor siput.
6 hari
berlalu, tepatnya saat hari ketujuh aku di Jepang, ada pesan yang masuk
keponselku. Tidak tertera nama pengirimnya, tapi kelihatan dari nomernya itu
adalah nomer dengan kode negara Jepang. Siapa ya kira-kira?. Apa salah satu
rekan kerjasama ku di pertemuan itu?. Aku terus menebak dalam hati, hingga
kuputuskan untuk melihat isi dari pesan masuk itu. Betapa terkejutnya aku saat
kubuka dan ternyata pengirim sms itu adalah Kiki. Teman perjalanan yang asyik.
Kiki akhirnya menghubungiku dan mengajakku bertemu di kedai sushi didekat
hotelku untuk selanjutnya kami akan pergi ke Festival Matsuri.
Keesokan
harinya, aku bangun dengan perasaan bahagia yang tiada terkira. Bagaimana tidak
setelah hampir seminggu berkutat dengan laporan, presentasi, materi akhirnya aku
bisa terbebas dari penderitaan itu. Karena kerjasama kami dengan perusahaan
asing di Jepang berlangsung lancar dan perusahaan Jepang itu bersedia
menanamkan modalnya di perusahaanku. Kabar gembira yang amat sangat kunantikan.
Apalagi ditambah dengan pertemuan dengan Kiki yang sudah didepan mata,
membuatku lebih semangat lagi. Aku pergi mandi sambil bersenandung riang.
Setelah selesai mematut diri di depan cermin, aku pun berangkat ke lokasi
tempat kami akan bertemu.
Memasuki
kedai sushi yang dipagi itu sudah disesaki pengunjung membuatku menelan ludah
beberapa kali. Selain karena memang aku belum sarapan, ditambah lagi melihat
animo dari pengunjung kedai ini yang membludak sudah membuatku bisa
membayangkan kelezatan dari makanannya. Akhirnya aku menemukan Kiki yang sedang
duduk disebuah kursi sambil memainkan ponselnya. Lantas aku segera
menghampirinya dan melihat ekspresinya, ia sangat senang bertemu denganku lagi.
“Hai”
Sapaku padanya.
“Oh
hai, kukira kamu tidak datang”.
“Ya
mana mungkin aku tidak datang, sudah seminggu lebih aku menghitung hari demi
bisa liburan dan mengenyahkan semua presentasi dan laporan itu”.
Mengangguk
takzim, melihatku bercerita dengan penuh semangat.
“Kamu
sudah makan?”.
“Belum,
kamu?”.
“Belum
juga, aku nunggu kamu datang”.
“Kenapa
mesti nungguin aku?”.
“Ya
supaya bisa makan sama-sama” Gugup.
Kami
memesan salmon sushi dan ocha dingin. Dua makanan yang familiar dengan telinga
dan lidahku karena beberapa kali aku telah mencobanya di Surabaya. Selama
makan, kami sibuk dengan makanan masing-masing. Sesekali aku atau Kiki
berkomentar tentang sushi yang kami makan, bercerita tentang tempat yang akan
kami kunjungi hari ini. Aku semakin kagum dengan sosok laki-laki di depanku
ini. Kiki adalah tipe laki-laki dengan pemikiran dewasa namun masih dengan
pembawaan yang santai, punya rasa humor yang tinggi, dan satu lagi perhatian.
Setelah
menghabiskan makanan, kami lantas pergi ke tempat diadakannya Festival Matsuri.
Lokasi festival ini adalah di jalanan Tokyo. Festival ini dimeriahkan dengan
parade, cosplay dari para pecinta
Harajuku serta stand-stand makanan yang berjejer sepanjang jalan. Kami
lagi-lagi membeli kudapan ringan untuk menemani menonton parade di Festival
Matsuri. Dan tak lupa mengabadikan setiap momen dengan kamera yang dibawa Kiki
dan juga ponselku.
Setelah
lelah menonton, kami memutuskan untuk pergi ke taman di dekat tempat
berlangsungnya Festival Matsuri. Ketika sampai di taman tersebut, aku langsung
jatuh cinta pada pandangan pertama. Bagaimana tidak, seluruh permukaannya
dipenuhi dengan hamparan rumput hijau yang terawat. Bak sebuah permadani hijau
yang membentang. Indah sekali. Disekelilingnya juga ada bunga berwarna warni
yang terawat. Melihatku yang terkagum-kagum, Kiki hanya bisa memandangi
wajahku.
“Bagus
banget tamannya” Kataku terkagum-kagum.
“Iya,
coba kamu lihat pohon dikanan kamu, itu adalah cherry blossom”.
“Wah
iya cantik........ Andaikan di Indonesia ada 4 musim, pasti kita bisa melihat
pohon ini setiap tahun”.
“Seandainya.............
Tapi kamu tahu tidak mengapa di Jepang
ada 4 musim sedangkan di Indonesia hanya ada 2 musim?”.
“Entah......”
Mengangkat bahu.
“Pergantian
musim itu disebabkan oleh gerak revolusi Bumi. Gerak revolusi Bumi itu adalah
gerak Bumi mengitari Matahari pada orbitnya. Di Jepang dan negara-negara di
belahan Bumi utara memiliki 4 musim, yaitu musim panas, musim gugur, musim
dingin, dan musim semi. Saat musim panas, pancaran sinar Matahari labih lama
dibandingkan di daerah utara dibanding daerah selatan. Saat musim gugur, daerah
utara akan bersuhu lebih rendah dibanding sebelumnya karena berkurangnya
pancaran sinar Matahari. Saat musim dingin, siklusnya kebalikan dari musim
panas. Sementara saat musim semi, daerah utara terjadi kenaikan suhu
dibandingkan pada musim dingin” Terang Kiki panjang lebar.
“Wow,
kamu sepertinya sangat mengetahui hal itu, lalu untuk daerah dengan 2 musim?”.
“Di
belahan Bumi selatan yang hanya memiliki 2 musim juga terjadi karena revolusi
Bumi terhadap Matahari. Pada saat mengelilingi Matahari, posisi Bumi miring
sehingga hanya ada 2 pembagian musim pada 2 siklus waktu. Bulan
April-September, mengalami musim kemarau, sebaliknya bulan September-April,
mengalami musim hujan. Kenapa aku jadi cerita panjang lebar ya?”.
“Tidak
apa-apa, aku suka bicara sama kamu. Bisa menambah pengetahuan baru”.
“Makasih
loh, ya sudah ayo kita lanjut lihat-lihat taman ini”.
Aku
mengangguk.
Hari-hari
berikutnya, kami habiskan berdua. Mengawali hari dengan sarapan bersama,
kemudian pergi mengunjungi tempat yang seru di Jepang, makan siang bersama,
kembali mengelilingi Jepang, makan malam bersama, sampai-sampai mau tidur pun
kami masih bercengkrama melalui ponsel. Hubungan kami pun semakin dekat, bahkan
jika ada orang yang melihat kebersamaan kami, pasti menyangka kalau kami adalah
sepasang kekasih. Hingga tiba dihari terakhir aku dan Kiki di Jepang. Kami
sama-sama pergi ke Kyoto untuk menikmati suasana berpiknik dibawah pohon bunga
sakura. Kami membeli perbekalan piknik secukupnya di suatu restoran, kemudian
menghabiskannya bersama dengan keluarga lain yang sedang melakukan hal serupa.
Benar, jika ada yang bilang mekarnya bunga sakura sangat ditunggu-tunggu oleh
semua masyarakat Jepang. Bagaimana tidak, dengan adanya bunga ini semua
keluarga akan keluar berbaur dengan keluarga lain sambil menikmati pemandangan
alam lukisan Tuhan yang tiada terkira indahnya. Walaupun masa berbunga pohon
sakura hanya sementara, melihat bunga sakura yang beberapa mulai berjatuhan
saat tertiup angin membuat tanah seolah ditutupi salju berwarna merah muda
adalah hal yang menyenangkan.
Saat
sedang asyik menikmati Hanami, tiba-tiba hal yang tak kusangka selama 2 minggu
di Jepang terjadi. Dengan latar karpet merah muda dari rontokan bunga sakura
dan dibawah naungan pohon sakura, Kiki tiba-tiba berdiri dan mengucapkan
permohonan itu. Permohonan yang sangat romantis dan menyentuh. Kiki berjalan
mendekatiku dan menggenggam tanganku seraya berkata.
“Akira,
walaupun pertemuan kita sangat singkat. Walaupun kita bertemu dalam kesempatan
yang tidak disengaja, aku ingin kamu tahu bahwa selama kebersamaan kita 1
minggu ini, aku merasa nyaman dengan kamu. Aku merasa kamu adalah wanita yang
baik. Jadi, maukah kamu menjadi kekasihku?”.
Walaupun
orang-orang disekitar kami tidak mengerti apa yang Kiki ucapkan karena dia
berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi semua orang sudah tahu dari ekspresi dan
gerak tubuh kami berdua dan bisa menyimpulkan kalau kami sedang jatuh cinta.
Setelah melihat Kiki selesai berbicara, sontak mereka berkata dalam bahasa
Jepang, mungkin artinya terima, terima.
Aku masih terdiam, belum sanggup mengatasi degup jantung ini yang lebih cepat
dari biasanya. Dan akhirnya aku mengangguk sebagai tanda aku menerima Kiki
menjadi kekasihku. Diiringi tepuk tangan dari orang-orang disekitar kami dan
bunga sakura yang mulai gugur, Kiki merengkuhku kedalam pelukannya.